Pamit - Tulus
Entah sudah berapa lama saya
menghindari lantunan karya musisi Tulus. Alasannya? Sederhana saja, sesederhana
Tulus mengingatkan saya pada seseorang. Orang yang sampai detik ini masih
kenangannya masih berbekas. Sampai akhirnya ditengah hiruk pikuk jalanan
Jakarta, radio di dalam mobil memainkan lagu Tulus, dan entah kenapa saat itu
juga tidak seperti biasanya saya memutuskan untuk tidak mematikan radio dan
mendengarkan lagu tersebut.
Jalanan di Tanah Kusir yang biasa
saya lewati tiba-tiba menjadi ruang nostalgia saat saya berusaha menyempatkan
waktu untuk bertemu dia yang kala itu masih menjadi pacar. Melawan arus
kemacetan menuju, berdebar-debar tidak sabar untuk sampai ketempat tujuan dan
bertemu dengannya.
“Izinkan aku pergi dulu, Yang berubah hanya, Tak lagi kumilikmu, Kau
masih bisa melihatku”
Dan lalu kenangan berpindah
menuju kala saya dan dia berada dalam mobil, diam tanpa kata. Yang teringat
adalah saat dia keluar tanpa pamit dan pergi begitu saja.
Sudah setahun semenjak hari itu
berlalu, namun rasa itu masih terasa hingga saat ini. Dia tidak pernah pergi,
sesuai janjinya dia tidak pernah pergi dari hidup saya. Dia menjadi seorang
teman baik, teman berbagi, iya, teman tidak lebih dari teman tanpa perasaan.
Tapi berbeda dengan dia, untuk saya, dia adalah seorang yang pernah punya andil
dalam hidup saya, dan bagi saya dia adalah seseorang yang sangat saya
sayangi…hingga detik ini.
Saya tidak mengerti bagaimana
caranya dia mengontrol perasaannya dan menganggap saya sebagai temannya, bagaimana
caranya dia untuk menganggap kenangan adalah kenangan tanpa emosi.